INILAH.COM, Zurich - Meninggalnya mantan presiden Afrika Selatan dan peraih Nobel Perdamaian Nelson Mandela membuat seluruh dunia berduka. Tak terkecuali publik sepak bola.
Figur Mandela melebihi jabatan maupun gelar apapun yang pernah didapatnya. Perannya dalam menciptakan perdamaian antar-ras tak cukup diwakili oleh penghargaan apapun yang telah diberikan kepadanya. Ia menggunakan semua bidang untuk menghapuskan kesenjangan antar-ras, termasuk olahraga.
‘Madiba (ayah)’, panggilan untuk Mandela, menghembuskan nafas terakhirnya pada Kamis (5/12/13) waktu setempat.
“Dengan sangat bersedih saya menyampaikan penghormatan saya kepada sosok yang luar biasa, mungkin salah satu aktivis kemanusiaan saat ini dan teman baik saya: Nelson Rolihlahla Mandela,” kata presiden FIFA, Sepp Blatter, dalam situs resmi FIFA.
“Beliau dan saya berbagi keyakinan yang luar biasa besarnya terhadap kekuatan sepak bola dalam menyatukan orang dalam semangat perdamaian dan persahabatan, dan mengajarkan nilai-nilai sosial dan pendidikan dalam kehidupan,” ia menambahkan.
Blatter menyaksikan sendiri betapa sosok Mandela sangat dicintai rakyatnya, bahkan hingga masa tuanya, saat penyelenggaraan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.
“Saat dia dihormati dan dielu-elukan oleh orang-orang di Johannesburg’s Soccer City stadium pada 11 Juli 2010, saya melihat dia sebagai orang yang sangat dicintai rakyatnya, orang selalu ada di hati rakyatnya, dan itu adalah salah satu momen paling mengharukan yang pernah saya alami. Baginya, Piala Dunia di Afrika Selatan benar-benar merupakan mimpi yang jadi nyata.”
“Nelson Mandela akan selalu ada di hati kami. Kenangan atas perjuangannya terhadap penindasan, karismanya yang luar biasa dan nilai-nilai positifnya akan selalu ada bersama kita,” katanya.
Untuk menghormatinya, FIFA menurunkan 209 bendera asosiasi sepak bola anggotanya hingga setengah tiang.
“Ada pula mengheningkan cipta selama satu menit sebelum pertandingan internasional berikutnya,” ia mengakhiri.
Semangat perjuangan Mandela tak luntur meski dipenjara selama 27 tahun lamanya. Saat keluar, ia dielu-elukan oleh rakyatnya. Mandela terus menentang politik apartheid, yang mendasarkan hak seseorang atas ras.
Ia meraih banyak simpati dan menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan. Alih-alih membalas dendam, Mandela memilih untuk memberikan pengampunan musuhnya.
“Saat saya keluar dari pintu itu menuju gerbang yang membawa saya menuju kebebasan saya, saya tahu jika saya tidak meninggalkan kepahitan dan kebencian, saya akan tetap berada di penjara,” kata Mandela soal kebebasannya.
No comments: